Thursday, March 20, 2014

Menguak misteri mati suri dalam kaca mata buddhis.

Menguak misteri mati suri dalam kaca mata buddhis.
Akhir-akhir ini banyak fenomena yang terjadi dalam kehidupan seseorang, salah satunya adalah kehidupan setelah kematian, atau popular orang menyebutnya dengan  kata mati suri. Banyak orang mendefinisikan mati suri sebagai sebuah pengalaman yang benar-benar hidup dan dialami oleh pelaku. Orang yang mati suri terkadang sering dianggap sudah meninggal, karena tak lagi bernafas, bahkan ada yang hampir dimakamkan. Ada berbagai pendapat dari fenomena mati suri, diantaranya adalah Lommel dkk (The Lancet,2001) yang mengemukakan pendapatnya terhadap fenomena mati suri sebai berikut, mati suri sebagai ingatan akan keseluruhan kesan selama keaadan khusus, termasuk elemen-elemen yang spesifik seperti pengalaman keluar tubuh, perasaan yang menyenangkan, melihat terowongan, bertemu anggota keluarga yang telah meninggal atau mengalami tinjauan ulang atas kehidupannya. Hasil studi menunjukkan bahwa rata-rata subjek yang mengalami mati suri kehilangan tanda-tanda kehidupan antara lima sampai dua puluh menit. Mati suri juga dapat terjadi dalam keadaan seseorang tidak mendekati kematian. Apa yang membuatnya mengalami kejadian ini sampai saat ini belum diketahui.
Menurut International Association for Near-Death Studies, tidak ada pengalaman mati suri yang identik, namun berbagai pengalaman tersebut dapat menggambarkan suatu pola. Seseorang yang mati suri dapat mengalami satu atau lebih dari hal-hal berikut ini:
1.      Perasaan bahwa dirinya meninggalkan tubuhnya dan melayang-layang di atas kepala. Ia kemudian dapat menggambarkan siapa berada di mana dan apa yang terjadi, kadang-kadang secara rinci.
2.      Bergerak melalui ruang atau lorong yang gelap.
3.      Mengalami emosi yang kuat secara intens, bervariasi dari rasa bahagia sampai teror. Menjumpai cahaya. Biasanya digambarkan sebagai warna keemasan atau putih dan sangat memikat serta menyenangkan. Sebaliknya, stimulus yang sama juga dapat dirasakan sebagai refleksi dari api neraka.
4.      Menerima beberapa variasi berita yang intinya: 'Ini belum waktumu'.
5.      Bertemu orang-orang yang telah meninggal yang dikenal maupun tidak, makhluk-makhluk suci, entitas yang tak teridentifikasikan, makhluk-makhluk bercahaya, kadang-kadang simbol-simbol keagamaan sendiri atau agama lain.
6.      Tinjauan ulang kehidupan, mengalami kembali apa yang pernah terjadi dalam hidupnya, kadang-kadang dari perspektif orang lain yang terlibat. Kesimpulan mengenai pentingnya hidup dan perubahan-perubahan apa yang dibutuhkan.
7.      Memiliki rasa pemahaman terhadap segala sesuatu, mengetahui bagaimana semesta alam bekerja.
8.      Mencapai suatu pembatas dalam rupa pagar, tebing, air, beberapa bentuk pembatas yang tidak boleh dilewati jika subjek mau hidup kembali.
9.      Dalam beberapa kasus, memasuki sebuah kota atau perpustakaan.
10.  Kasus yang jarang, menerima informasi yang tidak diketahui sebelumnya. Seperti anak yang diadopsi, orangtua asli yang tidak diketahui sebelumnya, saudara yang telah meninggal. Ibu yang melakukan aborsi dan dirahasiakan.
11.  Keputusan untuk kembali, baik sukarela atau dipaksa. Jika sukarela biasanya berhubungan dengan tanggungjawab yang belum selesai.
12.  Kembali pada tubuh fisik.

Secara medis tidak ada kriteria untuk mati suri, sama seperti orang yang meninggal, denyut jantung berhenti, fungsi otak sudah tidak ada tanda-tanda aktivitas, hal itu dijelaskan sebagai suatu periode ketidaksadaran yang disebabkan oleh tidak tercukupinya suplai darah ke otak karena sirkulasi darah yang tidak mencukupi pernapasan. Tapi pada orang mati suri keadaan bisa kembali normal.
Perbedaan mati suri dan koma.
Koma adalah suatu keadaan seperti terbius atau tidur dalam, dimana penderita tidak dapat dibangunkan sama sekali. Hal ini banyak penyebabnya ,seperti adanya berbagai penyakit, cedera atau kelainan yang serius bisa mempengaruhi otak dan menyebabkan koma Salah satu bagian otak yang terletak jauh di dalam batang otak berfungsi mengendalikan tingkat kesadaran dan secara ritmis merangsang otak untuk terjaga dan siaga. Dalam keadaan normal, rangsangan kesadaran menerima masukan visual dari mata, suara dari telinga, sentuhan dari kulit dan masukan dari setiap organ sensorik lainnya untuk melengkapi tingkat kesiagaan yang tepat. Jika sistem rangsangan atau hubungannya dengan bagian otak yang lain tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka sensasi tidak lagi mempengaruhi tingkat rangsangan dan kesiagaan otak secara tepat. Jika hal ini terjadi, maka akan timbul gangguan kesadaran. Gangguan kesadaran ini bisa berlangsung singkat atau lama dan bisa bersifat ringan atau sama sekali tidak memberikan respon.
Rusaknya rantai telomer dalam susunan gen kita mengakibatkan sel-sel dalam tubuh tidak lagi dapat membelah. Keadaan itu mengakibatkan tubuh mengalami fase penuaan hingga kematian. Namun demikian, sebelum fase kematian itu terjadi, kebanyakan orang mengalami fase kemunduran fungsi otak secara keseluruhan hingga titik kritis.
Pada fase inilah kesadaran individu mulai berkurang secara drastis yang ditandai dengan hilangnya reflek pupil hingga hilangnya kemampuan respirasi spontan. Pada saat itu, alam bawah sadar mengaktifkan sistem sensori otonom yang berhubungan dengan kelenjar pineal. Reaksi sistem sensori otonom itu mengakibatkan individu mengalami fase ketika semua memori dalam otaknya kembali ditampilkan.
Keadaan itu membuat individu mengalami tahap NDE( lihat pada keterangan Mati suri ), beberapa orang dapat selamat dari tahap NDE. Tetapi, jika semua kemunduran otak itu terus berlanjut, maka dapat dipastikan individu tersebut mengalami kematian otak. Kematian otak akhirnya menjadi penyebab dari kematian tubuh. Dengan kata lain, kematian terjadi karena tubuh kehilangan kekuatan untuk menjalankan semua fungsinya secara total.
Fase kemunduran otak juga bisa terjadi karena banyak faktor yang mengakibatkan koma. Kasus kecelakaan hingga penyakit yang menyebabkan cidera otak dapat dapat menjadi faktor yang mengakibatkan kematian secara langsung, bahkan sebelum rantai telomere.
Pandangan buddhis terhadap mati suri.
Jadi istilah mati suri menurut pengertian secara umum adalah saat seseorang dinyatakan mati secara medis oleh dokter ahli, dimana jangtung pasien berhenti berdetak, tidak ada pernafasan lagi, lalu beberapa menit atau jam kemudian pasien hidup kembali.
Begitulah pandangan-pandangan secara umum maupun sains terhadap fenomena mati suri. Namun tidak lengkap rasanya jika tidak ada agama yang memandang fenomena tersebut. Salah satu yang menarik adalah pandangan agama Buddha terhadap misteri mati suri.
Dari sudut pandang Buddhisme, mati suri hanyalah fenomena lemahnya kesadaran seseorang akibat terganggunya salah satu organ tubuh (sama seperti sudut pandang psikologi). Pandangan pertama ini tidak mengenal dan menolak seorang yang mati (benar-benar mati) kemudian hidup lagi. Alasannya karena seseorang yang dikatakan mati (benar-benar mati) akan langsung dilahirkan kembali, tanpa ada jedah waktu ataupun alam antara (bardo). Pandangan pertama ini juga menolak adanya tubuh halus dalam diri manusia yang akan keluar jika ia mati. Kematian terjadi apabila kesadaran sudah tidak ada lagi dalam tubuh.Kondisi ini dapat dibaca dalam Riwayat Hidup Sang Buddha. Beliau pada akhir kehidupanNya, banyak orang menduga Beliau sudah meninggal. Namun, salah seorang murid Beliau yang mampu mengetahui keberadaan kesadaran seseorang menyatakan bahwa Beliau masih hidup bahkan Beliau dalam tahap-tahap meditasi yang tertinggi. Setelah pada akhirnya kesadaran Beliau tidak ada lagi dalam tubuh, barulah Sang Buddha dinyatakan mangkat atau wafat.
Dengan demikian, ketika seseorang terbaring tanpa reaksi sehingga dinyatakan secara medis sebagai 'mati suri' maupun 'mati klinis', apabila kesadaran masih ada dalam dirinya, maka orang itu masih disebut hidup dan belum mati atau belum terlahirkan kembali.


Dalam konsep Buddhis, mati suri maupun mati klinis bisa diterima keberadaannya dalam arti memang ia belum mati. Kondisi ini mungkin akan berlanjut kematian atau mungkin ia kembali hidup dan sehat seperti semula.

Tuesday, March 18, 2014

KELUARGA BERENCANA MENURUT AGAMA BUDDHA

2.1 Pengertian KB
Pengertian KB (Keluarga Berencana) secara umum ialah upaya peningkatkan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera (Undang-undang No. 10/1992). Keluarga Berencana (Family Planning, Planned Parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Sedangkan menurut WHO (Expert Committe, 1970), tindakan yang membantu individu pasutri untuk mendapatkan objektif-obketif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Menurut agama Buddha, semua gerak kehidupan terjadi karena adanya hukum Sebab dan Akibat atau hukum Karma. Hal ini berarti bahwa segala sesuatu yang terjadi dan tercipta dalam alam semesta ini, disebabkan oleh karena adanya proses sebab dan akibat. Sebab adanya Keluarga Berencana adalah karena adanya keluarga yang tidak sejahtera yang dikarenakan karena adanya pertambahan jumlah kelahiran yang tidak terbatas, yang sama sekali tidak seimbang dengan tambahan makanan dan sarana-sarana sosial dan pendidikan. Karena itu usaha Keluarga Berencana adalah untuk mengendalikan, membatasi, menjarangkan kelahiran dengan cara-cara ilmiah yang dihalalkan oleh agama. Adapun pencegahan kehamilan secara ilmiah tersebut adalah :
1. menggunakan sifat-sifat ilmiah dari badan (sistim berkala)
2. menggunakan alat medis untuk wanita, yaitu dalam bentuk tablet dan alat-alat kedokteran   seperti IUD (Intra Uterine Device = alat-alat kandungan) atau spiral
3. untuk pria digunakan kondom (sarkom)
4. menggunakan cara operasi yang sifatnya tetap seperti :
            a. Untuk Pria : Castrasi (kebiri) kedua buah zakar diambil serta Vasectomi pengikatan
pembuluh sperma
            b. Untuk Wanita : Operasi Kaisar, pemotongan kandungan dan Cigasi, pengikatan saluran
kesuburan


2.2 Tujuan KB
      Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa;
      Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa;
       Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
Menurut pandangan agama Buddha tujuan KB adalah untuk mencapai kesejahteraan keluarga khususnya dan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Bila setiap insan Indonesia yang berkeluarga dapat melaksanakan KB dengan baik, ini berarti pula ia ikut membantu Pemerintah dalam pembangunan masyarakat Indonesia yang sejahtera. Masalah kependudukan dan Keluarga Berencana belum timbul ketika Buddha Gotama masih hidup. Tetapi kita bisa menelaah ajaran-Nya yang relevan dengan makna Keluarga Berencana. Kebahagiaan dalam keluarga adalah adanya hidup harmonis antara suami dan isteri, dan antara orang tua dengan anaknya. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah berusaha menimbulkan dan memperkembangkan kesejahteraan untuk anak-anaknya. Menurut Sigalovada Sutta, ada lima kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang tua, yaitu :
  1. Berusaha untuk menghindarkan anak-anaknya dari kejahatan
  2. Mengajarkan mereka untuk berbuat baik.
  3. Memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya
  4. Menikahkan anak-anaknya dengan pasangan yang sesuai
  5. Memberikan warisan kepada anak-anaknya di waktu yang tepat.
Jadi, bila kita perhatikan isi dari Sigalovada Sutta tersebut KB patut kita laksanakan, karena KB menimbulkan kesejahteraan keluarga.
2.3 Cara Melaksanakan KB
Untuk melaksanakan KB ada 8 (delapan) cara, yaitu :
  1. KB dengan jalan menelan pil anti hamil atau injeksi dengan obat Depo Provera 150, setiap tiga bulan sekali, hal ini bertujuan untuk mencegah pematangan sel telur di dalam indung telur.
  2. KB dengan jalan memakai kondom, hal ini tertujuan untuk mencegah masuknya sperma kedalam rahim.
  3. KB dengan jalan membunuh sperma, hal ini bertujuan untuk mencegah sperma menemui sel telur.
  4. KB dengan jalan melakukan vasektomi atau tubektomi, hal ini bertujuan untuk mencegah pertemuan Sperma dengna Ovum.
  5. KB dengan jalan sistem kalender/penanggalan, hal ini bertujuan untuk mencegah matangnya sel telur didalam indung telur.
  6. KB dengan jalan melakukan susuk yang berbentuk anak korek api pada lengan kiri wanita, hal ini bertujuan untuk mencegah pembuahan pada kandungan wanita. (disebut Susuk KB atau Norplant)
  7. KB dengan jalan melakukan abortus/pengguguran, hal ini bertujuan untuk mengeluarkan janin.
  8. KB dengan jalan memakai spiral, hal ini mempunyai 2 tujuan, yaitu :
    1. Mencegah tumbuhnya janin didalam rahim setelah terjadi pembuahan.
    2. Mencegah sperma menemui sel telur
Kehamilan akan terjadi bila dipenuhi tiga syarat, yaitu :
  1. Adanya pertemuan Sperma dengan Ovum
  2. Saat yang subur dari calon ibu, dan
  3. Patisandhi Vinnana memasuki rahim.
Patisandhi Vinnana masuk dalam rahim pada saat pertemuan Sperma dan Ovum, dan keduanya dalam keadaan kuat/memenuhi syarat.
Pada tahap pertama (Uppadakkhana) Patisandhi Vinnana timbul dalam rahim, Kamma Jarupa ikut timbul pula sebanyak tiga kalapa, yaitu Kayadasakakalapa, Bhavadasakakalapa dan Vatthudasakakalapa. Kemudian menyusul timbul rupa-rupa yang lain apabila tiba saatnya.
Jadinya, cara KB bentuk (a) s/d (f) yang tersebut diatas dapat dibenarkan dalam agama Buddha, karena Patisandhi Vinnana (kesadaran/jiwa/roh yang bertumimbal lahir) belum masuk dalam rahim, hal ini tidak melanggar sila)
Cara KB bentuk (g) yang tersebut diatas, yaitu abortus/pengguruan TIDAK DIBENARKAN dalam agama Buddha, karena Patisandhi Vinnana telah masuk dalam rahim, hal ini termasuk pembunuhan penuh dan melanggar sila.
Cara KB bentuk (h) yaitu memakai spiral masih diragukan mengenai keterangannya, karena para dokter ahli belum mampu memberikan keterangan secara pasti. Bila memakai spiral tujuannya :
  1. Mencegah tumbuhnya janin didalam kandungan setelah terjadi pembuahan, hal ini TIDAK DIBENARKAN dalam agama Buddha, karena Patisandhi Vinnana telah masuk dalam rahim, ini termasuk pembunuhan dan melanggar sila.
  2. Mencegah Sperma menemui sel telur, hal ini TIDAK DIBENARKAN dalam agama Buddha, karena Patisandhi Vinnana belum masuk dalam rahim dan tidak melanggar sila.
Sperma dan Ovum dapat bergerak dan berkembang biak, tetapi keduanya ini tidak dapat disebut makhluk hidup, sebab menurut agama Buddha Sperma dan Ovum tidak memiliki nama (jiwa/roh). Dalam Kamma Bhumi 11 tidak ada yang disebut makhluk itu tanpa memiliki nama.
Sperma dan Ovum merupakan rupa (materi) yang disebut UTUJARUPAKALAPA (kelompok materi yang bertemperatur) yang timbul dari Lobhacittuppada (gabungan Lobha Citta dengan Cetasika) kepunyaan pria dan wanita.
Sperma dan Ovum dapat bergerak karena kekuatan Vayo Dhatu (unsur angin/gerak) yang berada dalam Rupa Kalapa (kelompok materi). Seperti juga dengan cicak yang ekornya dipotong, ekor tersebut tetap bergerak/bergoyang untuk berapa saat, hal ini bukanlah berati bahwa ekor tersebut memiliki jiwa/roh (nama), tetapi ekor tersebut dapat bergerak/bergoyang karena kekuatan Vayo Dhatu (unsur angin/gerak) yang berada dalam Rupa Kalapa (kelompok materi)
Sperma dan Ovum dapat berkembang biak karena kekuatan Tejo Dhatu (unsur panas) yang berada dalam Rupa Kalapa (kelompok materi)
2.4 Manfaat KB
1.      Menurunkan angka kematian maternal dengan adanya perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan.
2.      Mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium dengan mengkonsumsi pil kontrasepsi.
3.      Memberikan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan yang berwawasan kependudukan. Proggram keluarga beren



4.      cana nasional adalah program untuk membantu keluarga termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik sehingga dapat mencapai keluarga berkualitas. Dengan terbentuk keluarga berkualitas maka generasi mendatang sebagai sumber daya manusia yang berkualitas akan dapat melanjutkan pembangunan. Program keluarga berencana dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan kependudukan dapat memberikan kontribusi dalam empat hal, yaitu :
a.       Mengendalikan jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk juga dengan peningkatan kualitas penduduk.
b.      Peningkatan kualitas penduduk sebagai sumber daya yang handal dilakukan dengan mengarahkan pembangunan pada penurunan kematian ibu dan bayi dengan menurunkan kelahiran atau kehamilan melalui penggunaan kontrasepsi.
c.       Berusaha dan menjunjung tinggi perwujudan hak – hak asasi manusia dalam hal kesehatan reproduksi pasangan usia subur untuk merencanakan kehidupan berkeluarga.
d.      Mendukung upaya pemberdayaan perempuan dengan menyadari sepenuhnya akan hak dan kewajiban perempuan serta sebagai sumber daya manusia yang tangguh.

2.5  Dampak Program KB
Program keluarga berencana memberikan dampak, yaitu :
Ø  penurunan angka kematian ibu dan anak
Ø  Penanggulangan masalah kesehatan reproduksi
Ø  Peningkatan kesejahteraan keluarga
Ø  Peningkatan derajat kesehatan;
Ø  Peningkatan mutu dan layanan KB-KR
Ø   Peningkatan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM
Ø  Pelaksanaan tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan berjalan lancar.